Friday, 13 December 2019

Serma Heru Bayu Adji Bangga 2 ‘Jagoannya’ Jadi Prajurit TNI dan Polri

Jumat, 13 Desember 2019 — 8:06 WIB
Serma TNI Heru Bayu Adji bersama dua putranya. (silaen)

Serma TNI Heru Bayu Adji bersama dua putranya. (silaen)

 
BUAH jatuh, tak jauh dari pohon.  Pepatah ini menggambarkan  perjalann hidup Serma TNI Heru Bayu Adji, anggota Garnisun Tetap (Gatap) Jakarta. Lima  puluh tahun silam, dia dilahirkan  dari rahim ibu bersuamikan seorang prajurit TNI AL. Ketika menginjak remaja, dia mengikuti jejak sang ayah. Pada 1992, dia diterima sebagai siswa di Sekolah Calon Tamtama (Secatam) Rinadam Jaya, Jakarta Timur.

Hampir 26 tahun menjadi prajurit TNI dan kini berpangkat Serma,  dua anaknya mengikuti jejaknya. Putra sulungnya sudah menjadi anggota TNI dengan pangkat Serda. Sedangkan anak keduanya kini mengikuti pendidikan Sekolah Calon Bintara (Secaba)  Polri di SPN Lido, Kab. Bogor. “Meski beda krops, tapi  sama-sama menjadi abdi negara,” ucapnya tersenyu,

Sementara putra bungsunya masih duduk dibangku SMP bercita-cita pula menjadi tentara. Trio ‘jagoan’ buah perkawinan Serma Heru  dengan Catur Setiawati,49, ini tak pernah dipaksa mengikuti jejak orangtua dan kakeknya. Namun ketiganya, sejak kecil kerap diajak Heru pada setiap acara di satuan dinasnya. Selain itu,  dia kerap bercerita keberanian anggotaTNI dalam menumpas pemberontak.

Ketiga putranya itu pun kerap pula curi-curi  waktu mengenakan seragam  mileter bapaknya.Tak jarang pula  ketika bersengkrama bersama ketiga jagoannya itu,  Heru kerap mendengar celoteh mereka ingin menjadi anggota TNI atau Polri “Kenapa? Mereka menjawab biar gagah dan disegani seperti bapak,” kenang Heru saat menayakan alasan anaknya menjadi abdi negara.

SEMUA DILIBATKAN
Sebagai prajurit TNI dengan pangkat awal Kopral Satu, Heru dan istrinya berusaha keras mewujudkan cita-cita anaknya. Suami istri ini membuka warung  sembako di rumah sederhananya di kawasan Kemayoran, Jakara Pusat. Kemudian usaha katering, nasi rames. Semua anggota keluarga dilibatkan. Mulai belanja sayuran dan lauk pauk, memaksa hingga mengemasi kotak nasi, Ny, Setiawati hanya dibantu ketiga putranya dan suaminya.

Sehabis pulang sekolah, ketiga anaknya sudah sibuk membantu ibunya. Mereka berbagi tugas, meracik atau memotong sayuran, menyiapkan kotak nasi, hingga mencuci peralatan dapur usai masak.  “Setelah nasi rames dikemas dalam kotak, sulung dan adiknya yang mengantarkan ke pemesan di sekitar Stasiun Cikini, Gondangdia, dan Gambir, sedangkan si bungsu menemani ibunya belanja buat bahan masakan besok” beber Heru.

BERKEMBANG
Rutinitas itu dilakukan sejak 2010. “Nah, saat sulung mendaftar Secaba TNI dan diterima, ibunya merekut satu karyawan membantu masak,” ujarnya. Sementara dua putranya tetap menjalankan tugasnya masing-masing. Tiga tahun kemudian giliran putra keduanya diterima di Secaba Polri.

Sementara usaha katering yang dijalani istrinya terus berkembang. Hingga akhirnya merekrut dua karyawan lagi. “Alhamdulillah, dari gaji prajurit TNI ini, dua anak  kami  sudah mandiri. Semoga karier keduanya lebih cemerlang dengan sejumlah prestasi  dibandingkan bapaknya,” ujarnya penuh harap.

Sedangkan usaha katering yang awalnya sebagai  tambahan biaya hidup,  dia dan istri bertekad akan mempertahankannya. “Usaha ini sudah menjadi gantungan hidup dua keluarga yang bekerja di katering istri,”  pungkasnya. (silaen/iw)