JAKARTA – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinilai layak menjadi menteri pada pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) – Ma’ruf Amin (2019-2024). Hal itu, karena Ahok sudah terbukti mampu dan berpihak pada rakyat kecil selama menjadi Wagub maupun Gubernur DKI Jakarta.
“Integritas, tanggung jawab serta keberpihakan terhadap masyarakat kecil yang dibuktikan Ahok secara konsisten selama menjadi Wakil Gubernur maupun Gubernur DKI Jakarta, merupakan karakter pemimpin yang sulit ditemui saat ini,” demikian Jubir Marhaenis Pro Jokowi (MasJoko), Memet Slamet di Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Pada awal kepemimpinannya sebagai gubernur menggantikan Jokowi ketika terpilih menjadi Presiden RI ke-7, Ahok jelas dan tegas menolak intervensi partai pengusungnya dalam setiap kebijakan Pemprov DKI.
“Ahok lebih mengedepankan kepentingan warga DKI Jakarta yang lebih luas daripada kepentingan partai pengusung maupun kepentingan kelompok tertentu. Ahok menampilkan sosok pemimpin yang melayani. Dia bukan pemimpin yang serba dilayani dan haus akan hormat bawahan,” kata Memet.
Karena itu, Memet minta Presiden Jokowi untuk tidak ragu memilih Ahok sebagai salah satu pilihan prioritas sebagai Menteri. Apalagi, saat ini, karakter kepemimpinan Ahok sangat dibutuhkan untuk memimpin Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk memastikan terpenuhinya hak-hak para petani, nelayan, usaha mikro serta pekerja mendapatkan akses layanan transportasi yang berkeadilan.
“Persoalan akses layanan transportasi pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi menjadi permasalahan yang krusial bagi para petani, nelayan, usaha mikro serta pekerja berdasarkan hasil temuan #MasJOKO di lapangan, pertama soal pungutan liar (pungli),” Memet.
Masih maraknya pungli di pelabuhan-pelabuhan laut di bawah Kementerian Perhubungan yang berdampak langsung terhadap melonjaknya biaya logistik sehingga menyebabkan anjloknya daya saing produk-produk dari petani, nelayan serta usaha mikro karena harga menjadi naik akibat tingginya biaya logistik.
“Biaya siluman (bisul). Berbagai sertifikasi kelaikan laut yang diterbitkan maupun yang disahkan oleh Kementerian Perhubungan kerap menjadi ajang pungutan liar di lapangan. Korbannya adalah nelayan dan pengusaha kemaritiman berskala mikro. Sebab, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ditetapkan pada sebuah sertifikat kelaikan, kerap nilainya dinaikkan berkali-kali lipat dari besaran PNBP itu sendiri,” ucapnya. (rizal/win)