Thursday, 12 December 2019

Keputusan Disebut Kadaluwarsa, DPRD DKI Sebut Anies Hina MA

Kamis, 5 September 2019 — 10:17 WIB
Sejumlah pejalan kaki melintas di trotoar yang dipenuhi dagangan di kawasan Tanah Abang, Jakarta. (dok/toga)

Sejumlah pejalan kaki melintas di trotoar yang dipenuhi dagangan di kawasan Tanah Abang, Jakarta. (dok/toga)

JAKARTA  –  Anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana, menyebut Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, telah menghina Mahkamah Agung (MA) ketika menyebut putusan MA yang membatalkan Pasal 25 ayat (1) Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum adalah keputusan kadaluwarsa.

William telah memenangkan gugatan ke MA atas Perda Nomor 8 Tahun 2007 yang memperbolehkan gubernur melakukan penutupan jalan atau trotoar untuk kepentingan pedagang. Perda tersebut dinilai bertentangan terhadap Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 127.

“Saya selalu mengatakan jadikan putusan MA ini untuk menata PKL agar tidak merugikan pejalan kaki yang selama ini diabaikan terus menerus. Salah besar mengatakan bahwa putusan Mahkamah Agung itu kadaluwarsa. Tidak ada istilah hukum putusan itu kadaluwarsa. Justru ini malah menghina Mahkamah Agung,” kata William dikonfirmasi wartawan, Kamis (5/9/2019)

Menurut William, keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di trotoar sangat merugikan pejalan kaki karena fungsi utama trotoar adalah untuk para pejalan kaki bukan bergadang. Bahkan, trotoar bisa dijadikan lahan empuk premanisme jika PKL diperbolehkan menempati trotoar.

“Selama ini PKL yang ada di trotoar merugikan pejalan kaki dan jadi lahan premanisme. Biar semua nya win win solution tidak ada kepentingan terganggu. Tata PKL di tempat khusus,” tegas William.

Sebelumnya, Anies menyatakan bahwa keputusan MA atas Perda Nomor 8 Tahun 2007 adalah keputusan yang kadaluarsa karena gugatan itu berkaitan dengan keberadaan PKL di Jalan Jatibaru, Tanah Abang. Sementara saat diputuskan para PKL telah direlokasi ke Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) atau Skybridge Tanah Abang.

“Keputusan MA itu kadaluwarsa. Kenapa? Karena keputusan itu bukan melarang orang berjualan di trotoar tapi keputusan itu membatalkan sebuah pasal yang mengatakan bahwa gubernur bisa mengatur tentang jalan. Waktu itu Jalan Jatibaru dipakai untuk pedagang. Gubernur menggunakan otoritas yang ada karena ada pasal itu. Tapi itu dikerjakan sementara,” kata Anies di Balai Kota DKI, kemarin.

“Kemudian, Pemprov DKI membangung skybridge. Jadi pedagang sudah naik di atas. Jadi sudah tidak ada lagi yang berdagang di situ kan? Lalu keluar keputusan melarang berjualan di jalan di saat sudah tidak ada yang berjualan di jalan. Itu maksud saya dengan kadaluwarsa,” imbuh Anies menegaskan.

Seperti diketahui, Anies berwacana mengakomodir PKL ke trotoar di Jakarta. Menurutnya, trotoar memang ada yang dikhususnya untuk pejalan kaki namun juga ada yang bisa digunakan untuk memfasilitasi PKL berjualan. Bahkan dia sebut sejumlah kota besar di dunia telah memanfaatkan trotoar untuk PKL salah satunya di New York AS.

Orang nomor satu di lingkungan Pemprov DKI ini menjelaskan bahwa banyak aturan yang memperbolehkan akomodir PKL ke trotoar salah satunya Peraturan Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.

Selain itu pemberdayaan PKL diatas trotoar, lanjut Anies, juga di atur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, Pasal 7 Ayat 1. Kemudian Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012, Permendagri Nomor 41 Tahun 2012. Juga tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL.

“Kesimpulannya, PKL diperbolehkan berada di trotoar selama mengikuti pengaturan Permen PUPR. Banyak dasar hukumnya. Jadi bukan hanya dengan satu pasal itu, kemudian hilang, tidak. Ini jangan dibayangkan satu pasal itu sapu jagat. Tidak. Itu lebih pada pengaturan jalan, karena untuk pengaturan trotoar, rujukan aturannya masih banyak yang lain. Nah, ini yang kemudian menjadi rujukan bagi kita,” tandas Anies. (yendhi/mb)