Thursday, 12 December 2019

Jokowi Sudah Setuju, DPR Janji Revisi UU KPK Rampung Akhir September

Jumat, 13 September 2019 — 21:44 WIB
Pimpinan Komisi III DPR (Aziz Syamsudin, Desmon J Mahesa, dan Erma Suryani Ranik , dan Waka KPK terpilih Nurul Ghufron. (timyadi)

Pimpinan Komisi III DPR (Aziz Syamsudin, Desmon J Mahesa, dan Erma Suryani Ranik , dan Waka KPK terpilih Nurul Ghufron. (timyadi)

JAKARTA  –  Usai memutuskan Ketua KPK yang, Komisi III DPR RI mulai berganti pekerjaan berat lain, yakni segera membahas dan merampungkan revisi UU KPK, diupayakan akhir September 2019 ini revisi itu selesai.

Setelah Presiden Jokowi menerbitkan Surat Presiden (Surpres) terkait persetujuannya merevisi UU KPK, Komisi III akan langsung menggenjot pembahasan revisi UU KPK tersebut.

Menurut Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU KPK, Supratman Andi Agtas,  yang juga Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, di DPR , Jumat (13/9/2019), pihaknya akan memulai pembahasan revisi tersebut dengan mengulas beberapa poin  yang menjadi masukan pemerintah.

Supratman menjelaskan, tiga poin yang disampaikan pemerintah melalui Menkumham Yasonna H Laoly, adalah adanya Dewan Pengawas, yang pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas tersebut harus menjadi kewenangan presiden.

Poin kedua, pegawai KPK semestinya berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Ketiga, atau  terakhir KPK harus sebagai lembaga negara.

Dalam kesempatan Rapat Kerja bersama Baleg DPR RI di Senayan, tadi malam, Menteri Hukum dan HAM Yosanna Laoly, menyatakan pihaknya akan segera menyampaikan tanggapan ke DPR, dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

”Adapun tanggapan Pemerintah mengenal RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara terperinci akan disampaikan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM),” jelas Yasonna.

Hari ini, Jumat (13/9/2019) Presiden Joko Widodo menggelar jumpa pers terkait dukungannya atas revisi UU KPK ini. Terhadap RUU usulan DPR, ada beberapa poin yang disetujui, namun ada juga beberapa poin yang ditolak.

Poin-poin yang menjadi penolakan Presiden adalah keharusan KPK untuk meminta izin dari pihak internal melakukan penyadapan, penyelidik dan penyidik harus dari kepolisian dan kejaksaan, KPK wajib berkooordinasi dengan Kejagung dalam penuntuan,  dan terakhir adalah Pengelolaan LHKPN diberikan kepada Kementrian atau lembaga lain.

Ada pun poin yang disetujui Jokowi adalah adanya Dewan pengawas, Kewenangan SP3 dan Status ASN pegawai KPK. “Intinya KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Karena itu KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan memadai dan harus lebih kuat dibanding lembaga lain dalam pemberantasan korupsi,”tegas Jokowi di Istana Negara.

Pro dan kontra terkait revisi undang-undang KPK ini memang makin memanas di masyrarakat. Namun,  banyak juga di antaranya yang menyetujui UU dan KPK yang sudah berdiri sejak 15 tahun ini direvisi guna memperbaiki kinerjanya yang dinilai sebagaian kalangan kurang optimal.

Berbagai kalangan ikut mendukung adanya revisi UU KPK. Termasuk juga, Ketua KPK Firli Bahuri, dan Wakil Ketua KPK terpilih, menyatakan persetujuan revisi itu.

Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron dan Ketua terpilih Firli Bahuri juga mendukung langkah DPR merevisi UU KPK dengan beberapa catatan.   “Segala sesuatu untuk memperkuat KPK kita dukung,” ujar Firli.

Terkait tudingan adanya konspirasi antara pemerintah dan anggota dewan DPR RI terkait cepatnya Revisi UU KPK ini disetujui, anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu yang juga menjadi salah satu anggota Baleg DPR RI,  menyatakan momentum ini pas dengan adanya Ketua baru terpilih Revisi ini nantinya akan memperkuat fungsi kinerja KPK  ke depan.

Selain itu, mas bakti anggota dewan yang akan berakhir September nanti menuntut Revisi ini segera dirampungkan agar tidak menjadi beban anggota dewan baru. “Pimpinan KPK yang baru bisa bekerja berdasarkan UU KPK yang baru,” kata Masinton. (win)