JAKARTA – Soal rekomendasi DPR terkait pemindahan ibu kota dari Jakarta, ke Kalimantan Timur, akan diputuskan pada Senin (30/9/2019) mendatang. Untuk itulah Pansus kini kerja marathon untuk mengkaji dan membahas hasil kajian yang dikirimkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke DPR RI.
Kajian itu meliputi tiga aspek, yakni pembiyaaan termasuk sumber dananya dan pembangunan infrastruktur, lokasi dan lingkungan baik fisik maupun sosial, dan aparatur berikut regulasi yang dibutuhkan.
“Kalau pansus RUU dan Perppu mesti ada DIM (daftar inventarisasi masalah), tapi pansus ibu kota ini hanya untuk rekomendasi. Cukup kajian. Waktunya cukup singkat hingga 30 September,” kata Ketua Pansus Pemindahan Ibu Kota DPR, Zainudin Amali dalam dialektika demokrasi ‘Efektifkah Rumusan Pemindahan Ibu Kota Dikebut Satu Minggu?’ di DPR, Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Tampil sebagai pembicara lainnya, Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas, Rudy Supriadi Prawiradinata, dan pengamat tata ruang Yayat Supriatna.
Karena itu, Pansus hanya akan meminta konfirmasi dan keterangan dari pembuat kajian. Baik Bappenas, Menkeu RI, Menteri PUPR, Menteri ATR/BPN, Menteri LHK, dan pemerintah daerah Kalimantan Timur.
Selain itu terkait apararur dan produk legislasi yang akan menjadi payung hukum, Pansus akan mengundang MenpanRB, Mendagri (terkait dengan pemerintahan daerah), dan Menkumham (regulasi), Kemenhan RI, Kapolri, Gubernur DKI Jakarta (daerah yang akan ditinggalkan), dan pemerintah daerah Kalimantan Timur (calon ibu kota baru).
Setelah itu kata Zainudin, Pansus akan merumuskan rekomendasi sekaligus meminta pandangan fraksi-fraksi DPR, selanjutnya rekomendasi dibacakan di paripurna DPR. “Apakah rekomendasi itu nanti dilaksanakan atau tidak, kita serahkan ke pemerintah,” katanya.
Rudy Supriadi Prawiradinata mengatakan, biaya untuk Ibu Kota baru ada dua alternatif. “Alternatif pertama, yang memindahkan hampir 1,5 juta penduduk atau Reysasing , jadi sekitar 900 ribu total ya, biaya yang pertama 466 Trilyun. betul. Aalternatif kedua kalau yang digunakan yang kedua 323 Trilyun,” katanya.
Soal 466 T tersebut, lanjut Rudy, dalam 5 tahun kedepan jangan dibandingkan dengan APBN yang sekarang, jadi kalau mau dibagi 5 tetapi itupun bertahap, jadi nanti 2020 baru persiapan, 2021 kita baru memulai konstruksinya itu 2021-2023 dan 2024 baru mulai pemindahan.
“Kedua, mengenai pembiayaan itu sendiri. Sudah kita coba uraikan nanti skema-skema pembangunannya, tidak semuanya pakai APBN, bahkan kita seminimal mungkin memakai APBN, jadi sekitar 19% 19,2% itu menggunakan dan APBN, itu pun nanti kita akan menggunakan skema-skema yang tidak membebani pada APBN yang reguler seperti dari pajak dan lain-lain,” bebernya. (tim/rizal/win)