Oleh Harmoko
SERING kita mendengar slogan, semboyan atau tagline yang bertujuan mengajak warga masyarakat untuk bersikap jujur dalam perilaku sehari – hari.
Lazimnya slogan dicuatkan menjelang event besar seperti pilkada, pileg dan pilpres. Sebut saja ” jujurlah dalam memilih “, “pilih pemimpin jujur.” Ada juga ” berani jujur, hebat” “prestasi yes, jujur harus,” dan masih banyak lagi.
Hendaknya slogan kejujuran harus lebih masif dilakukan sepanjang masa, tanpa harus menunggu agenda.
Patut kiranya slogan ” jujurlah kepada diri sendiri” dan “jangan tipu diri sendiri” menjadi acuan.
Dalam membangun bangsa dan negara, kejujuran adalah nilai fundamental yang hendaknya menjadi sebuah kesadaran, bukan paksaan.
Proyek pembangunan akan mencapai target seperti diharapkan, jika terdapat kejujuran sejak program disusun hingga akhir pelaksanaan. Jujur menyusun anggaran, jujur mengalokasikan anggaran, jujur dalam pelaksanaan, jujur menyampaian pelaporan, jujur pula terhadap capaian.
Tanpa kejujuran, bisa berakibat anggaran menjadi tercecer, sebagian tidak mengena sasaran, dan yang paling dirugikan adalah masyarakat penerima program.
Repotnya, kita tidak tahu persis di mana terdapat ketidakkujuran. Boleh jadi semua data, sistem pelaporan sesuai dengan kondisi yang ada. Tetapi apakah semua data yang disajikan sudah dilakukan dengan penuh kejujuran? Jawabnya, yang tahu persis adalah mereka yang membuat laporan.
Kita boleh berprasangka ada ketidakjujuran, tetapi jika data tidak mendukung prasangka, apa mau dikata.
Karena itu yang tahu pasti kejujuran adalah diri sendiri, bukan orang lain karena letak kekujuran ada di hati bukan di mulut. Orang boleh saja mengatakan dirinya tidak bohong, dia mengaku berkata jujur. Tetapi apakah yang dikatakan adalah benar adanya? Yang tahu adalah mereka yang mengatakan, bukan orang lain yang mendengarkan.
Tak berlebihan sekiranya dikatakan bahwa kejujuran sejatinya ada dalam diri sendiri.
Karena itu mengedukasi kejujuran mestinya datang dari diri sendiri. Orang lain hanya memfasilitasi dan memotivasi.
Kejujuran teruji jika apa yang diungkapkam sesuai dengan isi hati. Selama masih menipu diri sendiri (membohongi diri), kejujuran takkan terjadi. Karenanya dari semua jenis penipuan, yang terburuk adalah menipu diri sendiri seperti dikatakan Philip James Bailey, penyair Inggris “Yang pertama dan terburuk dari semua penipuan adalah menipu diri sendiri“.
Meski jujur tidaknya seseorang hanya diketahui oleh pribadi yang bersangkutan, tetapi ada sejumlah indikasi ketidakjujuran yang dapat ditengarai, di antaranya dari ucapan dan perilaku yang sering tak seiring sejalan. Sikap terhadap orang lain suka berubah – ubah. Sering bingung antara hati dan pikiran. Bisa jadi karena tidak yakin dengan diri sendiri sehingga menutupinya dengan menipu diri sendiri.
Apa pun alasannya, menipu diri sendiri tentu tidak sehat, bisa berakibat hidup tidak nyaman, selalu merasa was – was, khawatir kedok tipuan bakal terungkap. Akibat berikutnya akan menciptakan kebohongan baru, tidak lagi dipercaya orang lain, ditinggalkan teman, serta hilangnya rasa percaya diri.
Di era sekarang kejujuran sangat dibutuhkan. Jujur atas sebuah info yang tersebar, jujur menyikapi peristiwa yang sudah terjadi, sedang terjadi dan bakal terjadi.
Kita yakini kejujuran akan membawa negeri ini lebih maju dan sejahtara karena jujur itu indah dan membawa berkah.
Bersikap jujur, tanpa menipu diri sendiri akan banyak mendapat simpati, bukan antipati. Akan memperoleh kepercayaan, bukan cercaan.
Tidak menipu diri sendiri berarti tidak melakukan perkataan atau perbuatan tidak jujur ( bohong, palsu) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, mengecoh atau mencari untung.
Petuah mengatakan kebohongan hanya akan menyelamatkan sementara, tapi menghancurkan kita selamanya. Lazimnya kebohongan pertama harus ditutupi oleh kebohongan- kebohongan selanjutnya.
Di sisi lain, secepat apapun kebohongan berlari, yakinlah bahwa kebenaran akan melewatinya.
Sementara, “kesalahan tidak akan menjadi kebenaran walau berulang kali diumumkan, sebaliknya, kebenaran tidak akan jadi kesalahan walau tak seorang pun mengetahuinya,” seperti dikatakan Mahatma Gandhi:
Hidup ini adalah pilihan. Ingin bahagia tapi dengan kebohongan, atau merasa tersakiti oleh kejujuran.
Yang pasti, para filsuf mengatakan satu kesalahan merusak seribu kejujuran. Satu kebohongan merobek jutaan kejujuran.
Hanya saja berlaku jujur sangatlah sulit seiring banyak godaan di sekitar kita, apalagi di dunia serba digital ini.
Tetapi sesulit apa pun, jika dibarengi dengan kesadaran yang tinggi, kejujuran dapat dijalani, kebohongan terlalui.
Kejujuran adanya di hati, dapat teraplikasi dalam kehidupan sehari – hari, jika terdapat niat yang tinggi.
Mari kita mulai.(*).