JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai alasan kemanusiaan sebagai pemberian grasi kepada terpidana kasus korupsi Annas Maamun tidak dapat dibenarkan.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan indikator kemanusiaan yang menjadi dasar pemberian grasi tidak memiliki ukuran yang jelas.
“Misalnya saja, Presiden berdalih karena rasa kemanusiaan sehingga mengeluarkan grasi kepada terpidana. Alasan itu tidak dapat dibenarkan, sebab indikator ‘kemanusiaan’ sendiri tidak dapat diukur secara jelas,” ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (27/11/2019).
Kurnia mengingatkan Annas terjerat kasus korupsi saat menjabat Gubernur Riau. Menurutnya Annas seorang kepala daerah telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan. Dia khawatir pemberian grasi menghilangkan efek jera dari penegakan hukum korupsi.
“Keputusan Presiden tentang pemberian grasi kepada Annas Maamun pun mesti dipertanyakan, sebab bagaimanapun kejahatan korupsi telah digolongkan sebagai extraordinary crime, untuk itu pengurangan hukuman dalam bentuk dan alasan apa pun tidak dapat dibenarkan,” tandasnya.
Lebih lanjut ICW mengaku kecewa dengan pemberian grasi. Meski demikian Kurnia tidak terkejut dengan sikap Presiden Jokowi. Sedari awal, imbuhnya, Presiden sama sekali tidak memiliki komitmen anti korupsi yang jelas.
Dia mencontohkan, untuk tahun ini langkah dari Presiden banyak bertentangan dengan semangat anti korupsi. Presiden merestui calon Pimpinan KPK yang diduga mempunyai banyak persoalan, menyetujui revisi UU KPK, dan Presiden ingkar janji dalam mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PerPPU) untuk menyelamatkan KPK.
” Jadi jika selama ini publik mendengar narasi anti korupsi yang diucapkan oleh Presiden itu hanya omong kosong belaka,” tutur Kurnia. (ikbal/tri)