Friday, 29 November 2019

Wahai Emak-Emak Jauhi Rentenir

Jumat, 29 November 2019 — 8:22 WIB
sentilan rentenir

SEORANG ibu mondar mandir dengan wajah pucat. Dia memang sedang panik. Kenapa? “ Saya punya utang, seharusnya bayar cicilan hari ini, tapi saya nggak punya uang,” ujar si ibu dalam kepanikan. Panik karena si penagih, selain bertubuh besar dan wajah sangar, juga terus mendesak dengan kata-kata menteror.

Bagi si penagih utang nggak perduli kalau yang berutang nggak punya duit. Bagi mereka pokoknya hari ini giliran membawa sekian ratus ribu. Itu saja.” Kalau belum dibayar, saya akan tunggu sampai ada, kalau nggak ya saya nggak tahu. Pokoknya saya harus terima uang dari ibu sekian ratus ribu,” begitu kata si penagih, atau yang biasa disebut debt collektor.

Ini kasus klise, bagi orang yang berutang pada penyedia modal, atau sebut saja rentenir akan punya masalah yang sama,yakni pada ujung-ujungnya nggak bisa bayar. Pertama uang yang dipinjam bunganya berlipat. Kalau orang bilang modal nggak bakalan habis, karena setiap nggak bisa bayar bunga akan beranak pinak.

Celakanya, korban rentenir di rumahan adalah ibu-ibu yang mereka nggak pikir panjang untung ruginya. Mereka, hanya sekadar ingin memegang uang banyak, lalu berbelanja dengan uang utang tersebut. Kemudian setelah membayar cicilan satu dua kali, seterusnya mereka bingung. Maka jadilan kredit macet. Nggak tanggung-tangung, modal masih belum terbayar dan bunga terus membengkak.

Pusing tujuh keliling itulah penyakit yang diderita sang ibu tadi. Ilustrasi di atas menunjukan betapa hutang piutang dengan penyedia utang ngasal itu sangatlah berbahaya. Bagi sag ibu tadi ingin punya uang,dan uang, padahal nggak ngerti bahwa itu utang menjerat,beda dengan utang dengan tetangga atau saudara yang nggak berbunga.

Banyak kasus utang piutang dengan rentenir atau kredit jalanan yang berujung menuai masalah. Sering terjadi kasus demi kasus yang timbul dari utang piutang tersebut, karena si pengutang nggak bisa bayar. Orang bilang, utang gampang, utang mau, tapi bayar nggak mau! Inilah yanga kemudian memicu masalah. Para penaggih yang mendapat suruhan dari bos, kadang nggak pikir panjang dan berbuat kekerasan.

Belakangan seorang ibu dan anaknya di Kepri, disekap oleh para debt colektor, bayangkan kalau saja para korban nggak dapat pertolongan bisa saja mati karena nggak makan dan minum. Para penagih utang juga memang nggak punya hati, nggak mikir bakalan ada akibat hukumnya kalau memaksa orang, apalagi sampai ada penganiayaan, penculikan dan penyekapan.

Tugas pemerintah untuk memberi pengertian pada warga,bahwa utang piutang nggak bisa sembarangan. Apalagi meminjam pada bank keliling yang jelas-jelas sangat menjerat si penerima utang. Apalagi para korbannya adalah emak emak yang nggak paham soal perbankan jalanan yang sangat mencekik.

Tapi ya begitulah, warga kadang juga nggak mengerti. Bagi mereka, yang penting bisa utang, dan pegang uang. Ujung-unjungnya para pengutang ini akan terjebak pada cicilan yang berat.

Sekali lagi ujung-ujungnya bikin sakit kepala, ketika tak bisa membayar. Jadi marilah, ibu atau emak emak, jangan  sembarangan berutang. Pikir dua tiga kali.

Sudahlah, kalau mau aman, ya jauhi saja para rentenir itu. Selain mencekik, juga haram! (massoes)