JAKARTA – Dasar keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan Sjamsul Nursalim (SN) dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dipertanyakan Pengacara senior Maqdir Ismail. Menurutnya hal tersebut menyimpang dari keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA).
“Keputusan KPK tidaklah masuk akal karena MA telah memutuskan bahwa tindakan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) bukan merupakan perbuatan pidana,” kata Dr. Maqdir Ismail kepada media di Jakarta, Minggu (4/8/2019).
Ia mengatakan, apabila SAT tidak melakukan tindak pidana, bagaimana mungkin SN yang dikatakan bersama-sama dalam dakwaan dan putusan pengadilan tindak pidana korupsi perkara ini, bisa dianggap melakukan tindak pidana.
“KPK hingga kini belum bisa menjelaskan hal ini. Oleh karenanya, penetapan SN sebagai buronan merupakan suatu penyalahgunaan wewenang oleh KPK”, ujarnya, seraya menambahkan bahwa hal ini akan menjadi preseden buruk dan akan menjadi beban bagi pimpinan KPK yang akan datang.
(Baca: KPK Akan Gandeng Interpol Pulangkan Sjamsul Nursalim)
“Seharusnya komisioner KPK yang sudah mau berakhir masa jabatannya ini tidak menyandera pimpinan KPK yang akan datang.”
KPK sebelumnya telah menetapkan SN sebagai DPO. Hal itu dikonfirmasi Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat ditanya mengenai status SN. “Iya DPO, iya,” kata Saut saat ditanya wartawan di kantornya, Jumat (2/8/2019).
(Baca: Tetapkan Sjamsul Nursalim dan Istri sebagai Tersangka, KPK Cederai Komitmen Pemerintah)
Maqdir Ismail juga mempertanyakan apa dasar hukum KPK dalam penetapan DPO tersebut. “KPK sama sekali tidak memiliki dasar hukum apapun untuk menetapkan SN sebagai buronan,” tandasnya.
Buronan, katanya, adalah seorang yang melarikan diri dari hukum. “Sedangkan SN tidak perlu melarikan diri dari apapun, karena SN tidak memiliki masalah dengan hukum,” tegasnya. (tri/ys)