BUDAYAWAN Islam Emha Ainun Nadjib pernah berteka-teki, apa bedanya Pilkada dan Pil KB? Jawabnya adalah nasib warga Sunter Agung Jakarta Utara kini. Dulu Anies Baswedan saat kampanye Pilkada berjanji, takkan ada penggusuran. Tapi setelah jadi Gubernur DKI, karena tak ada cara lain, maafkan, kalian terpaksa kami gusur juga!
Ungkapan lama mengatakan, ibu tiri kalah kejam dengan ibukota. Dan di Jakarta yang saat ini masih jadi ibukota negara, hal itu benar-benar terjadi. Meski orang tinggal di bantaran kali itu akibat dibelit kemiskinan, demi kepentingan rakyat yang lebih besar, terpaksa diminta pergi, bahasa klasiknya: digusur!
Sejak Gubernur Bang Ali, kaum urban mulai dibatasi karena ujung-ujungnya bikin repot Pemda saja. Mereka ini pendatang yang gagal; jika tak jadi pelaku kriminal, ya jadi pelaku penyerobotan lahan. Tapi sampai para gubernur penerusnya, usaha menangkal kaum urban selalu gagal, dan penyerobotan lahan pun semakin merajalela.
Jauh sebelum ada reklamasi Teluk Jakarta yang bermasalah, kaum pendatang sudah biasa “mereklamasi” banyak pinggir kali di Jakarta. Lahan itu mereka urug dan didirikan bangunan. Akibatnya kelebaran kali yang tadinya 30 M, tinggal 10 meter bahkan kurang. Tak ayal lagi ketika hujan lebat tiba, banjir pun menerjang.
Di jaman Gubernur Ahok penggusuran selalu disertai dengan penampungan warga di Rusun tempat lain. Itupun tak semua warga ikhlas menerimanya. Menjelang Pilkada pun dia tetap menggusur, karena soal terpilih lagi atau tidak, bagi Ahok itu adalah nomer dua. Yang penting penataan kota jalan terus.
Tibalah Pilkada 2017 di DKI Jakarta. Cagub Anies berjualan program bahwa di masa kepemimpinannya takkan ada penggusuran di DKI. Kaum penyerobot lahan pun tertarik. Ditambah isyu keagamaan dan demo berjilid-jilid, 58 persen penduduk Ibukota memenangkan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Lalu benarkah tak ada penggusuran selama Gubernur Anies? Maunya begitu, tapi LBH Jakarta mencatat, selama 2 tahun memimpin DKI, terjadi penggusuran di 91 titik. Dan titik yang ke 92 mungkin warga Sunter Agung itu, tepatnya penghuni bantaran kali di Jalan Sunter Agung Perkasa VIII. Meskipun mereka berkeberatan digusur juga. “Kami ini pendukung Anies, kok digusur juga?” protes warga meski itu dibantah Walikota Jakut.
Maka inilah jawaban teka-teki budayawan Emha Ainun Nadjib. Pil KB, jika lupa minum jadi anak. Sedangkan Pilkada, jika sudah jadi (bupati atau gubernur) jadi lupa akan janjinya. Tapi mau bagaimana lagi, gubernur cap apapun harus mendahulukan kepentingan lebih besar, bukan sekedar warga Sunter Agung yang mereklamasi kali untuk usaha. Maaf ya….. – (gunarso ts)