Thursday, 21 November 2019

Kisah Kapur Tulis dan Penghapus

Kamis, 21 November 2019 — 8:29 WIB
dilempar

PERNAH dilempar kapur tulis atau penghapus oleh Pak Guru di kelas? Kenapa? Ha, karena ngobrol kan. Padahal itu bapak guru lagi menerangkan pelajaran yang seharusnya didengarkan secara seius, agar murid mengerti. Eh, malah pada ngobrol sendiri. Biasanya bukan sekadar kapur atau penghapus melayang, tapi ada hukuman tambahan, berdiri di depan kelas atau hukuman pisik lain. Bersihkan WC atau kaca jendela sekolah?

“ Siapa yang mau gobrol  ayo biar temenin tuh kawan kamu di WC,” kata pak Guru dengan nada marah.

Itu adalah selintas pengalaman ketika duduk di sekolah dasar sampai menengah pada jaman masih menulis di papan tulis dengan kapur tulis. Bisa jadi masih teringat sampai sekarang, sampai yang kena hukum jadi orang. Pejabat, kapolres,misalnya?

Ngobrol sendiri dalam satu acara perkumpulan memang kayaknya nggak etis. Sementara, ada orang yang di depan, siapapun dia, sedang menyampaikan pengumuman,mislaany pak RT dalam satu aisan warga. Warga patutlah mendengarkan dengan seksama. Dalam satu khutbah Jumat wajib hukumnya mendengarkan, bukan ngobrol. Begtu juga ketika pajaba anda,pimpinan sedang memberikan amanat, kenapa nggak didenegrin, malah ngobrol sendiri?

Ngobrol ngalor ngidul, boleh saja. Tapi memang hak kita ketika punya kawan, silakan bikin kelompok di pos ronda, atau di mana saja,di rumah bersama kawan dan keluarga. Ngobrol, adalah satu cuarahan hati dan kenangan, yang kita dapat sepanjang hari, atau bisa juga kenangan lama, yang bisa baru bisa kita tumpahkan pada kawan karena baru bertemu, misalnya. Wajib dicurahakan agar nggak megganjal di hati; ” Apa kabar, sehat. Aku sudah lama banget kepingin gobrol sama kamu. Tau nggak kawan kita si Anu, udah jadi Kapolres! “

Ngobrol dimanapun biasanya sangatlah heboh dan berisiak, apalagi kalau diserai dan diselingi gelak tawa? Pokoknya itu kelompok ngobrol, kayakya nggak peduli, kalau orang lain agak terganggu. Tapi masa bodoh, ngobrol terus….!

Ngobrol, kan hak asasi kebesan orang menyampaikan perasaannya, tapi janganganlah ngobrol di tengah-tengah acara. Apalagi acaranya, arisan RT, taklim,rapat acara yang sangat memerlukan peserta harus mendengarkan dengan serius disampaikan ustadz, Pak RT, lurah atau siapalah, termasuk ketua panitia. Apalagi urusan  negara? Biar jelas dan mengerti, dengarkan dengan serius, jadi jangan ngobrol sendiri!  Sopan santun harus dijaga, dengarkan dengan seksama, suka atau tak suka?

Pernah dengar emak emak muda rempong pada ngobrol? Heboh banget ya? Apa sih yang diomongin Bu? Hemm, pastinya sebagian fakta sebagian hoaks ya? Itu teangga, baru beli mobil baru? Itu tentangga pelit, aku dong ah, banyak omong kosong yang bisa berhamburan dalam ngobrol?

Tapi ada yang nggak mengenal waktu dan tempat, siapa mereka? Anak-anak ya, ngobrol, bercanda dan tertawa seenaknya. Nah, jika nggak mau dibilang seperti anak-anak, ya jangan ngobrol sendiri!

Peringatan ini bukan buat Pak Kapolres saja, tapi buat semua. Bukan sekadar menghargai orang lain, tapi juga diri sendri.  Ingat kisah zaman kapur tulis dan penghapus papan tulis? Masa lupa sih?

Siap, Komandan!  (massoes)