PARPOL main dua kaki, itu biasa. Tapi Atikah, 30, dari Tasikmalaya ini lebih ekstrim lagi, dia berani main 6 kaki, maksudnya pacaran dengan dua lelaki sekaligus. Karena pacaran mereka terlalu mendalem, begitu hamil Atikah jadi bingung, minta tanggungjawab pada cowok yang mana nih?
Jika mengikuti akal sehat, pacaran itu cukup satu saja. Jika misalnya putus, baru cari obyek yang lain lagi. Tapi rupanya ada juga cowok maupun cewek yang suka poligami dalam berpacaran. Jika cowok, masih tak begitu bahaya. Tapi jika yang melakukan kaum hawa, itu resikonya sangat berbahaya. Soalnya bila pacarannya terlalu radikal dan terjadi kehamilan, siapa yang harus tanggungjawab? Apa harus diundi, lalu bagaimana ngurus izinnya ke Kemensos?
Janda Atikah warga Tasikmalaya, nasibnya sungguh malang. Sudah 4 tahun dia ditinggalkan suami tanpa ada kejelasan. Kelakuan suami sungguh melebihi Bang Toyib. Soalnya jika Bang Toyib baru 3 kali lebaran tak pulang, suami Atikah sudah 4 kali lebaran tak pernah muncul batang hidungnya dan batangannya pula.
Maka untuk mengusir rasa sepi, dia menjalin hubungan lagi dengan lelaki lain, namanya Fadli, 27. Bagi Atikah yang penampilannya sangat menarik, ngrentengi cowok kalau mau bisa saja. Baru lihat betisnya yang mbunting padi, tumitnya yang jambon, ditambah bodinya yang masih sekel nan cemekel; cowok cap apapun langsung klepeg-klepeg.
Sebagaimana lazimnya cowok milenial berpacaran, jika sekedar jalan bareng dan minum bersama, mana mau! Harus ada eksekusi. Maka ketika Fadli minta pelayanan purna ranjang bak suami istri, Atikah mengizinkan saja. Toh dia sendiri juga sudah lama tak merasakan kehangatan kaum lelaki.
Tapi rupanya Atikah punya bakat selingkuh lumayan tinggi. Meski baru tahap pacaran, sudah berani selingkuh pula. Diam-diam dia menerima cinta cowok lain, si Dahnil, 30. Ternyata cowok barunya itu juga satu tipe dengan Fadli, dia juga minta pelayanan purna ranjang pula. Dan karena Atikah pengin merasakan menu lain, akhirnya dilayani juga.
Sejak itu Atikah benar-benar mengalahkan tradisi parpol. Jika parpol berani main dua kaki, Atikah berani main enam kaki sekaligus, yakni kakinya sendiri dua, kakinya Fadli dan Dahnil masing-masing juga dua. Secara bergiliran dan tanpa sepengetahuan cowok yang satunya, Atikah sering melayani kebutuhan ranjangnya.
Atikah memang pandai memenej perselingkuhannya, tapi ceroboh mengantisipasi segala kemungkinan ke depannya. Buktinya tak lama kemudian terlambat mens, tanda-tanda kehamilan telah nyata. Ketika masih hamil barang 2 bulan, dia santai saja. Tapi menginjak bulan ke empat Atikah mulai bingung. Harus minta pertanggungjawaban ke siapa. Tak mungkinlah keduanya dikumpulkan, karena itu akan membuat ketahuan belangnya.
Padahal jika keduanya dipanggil, bisa saja kemudian dicarikan solusi. Misalnya Fadli yang mengawini, tapi Dahnil yang membiayai persalinannya. Bila ternyata terjadi kebuntuan, ya diundi saja, siapa yang dapat, itulah yang harus mengawini. Masalahnya, jika pakai sistem diundi, kok kesannya seperti TTS di majalah. Lagi pula, siapapun mengadakan undian, kan harus ada izin dari Kementrian Sosial.
Tak menemukan solusi jitu, akhirnya semua masalah ditelan Atikah sendiri. Pada usia kandungan 7 bulan, mulailah terjadi gejolak batin. Bagaimana kata tetangga, punya anak tak ada suami. Bagaimana kata dunia, punya anak tak punya suami, tak punya NPWP lagi.
Maka dengan tega hati dia mengurut janin di perutnya sampai keluar. Tapi karena lahir premature dan tanpa penanganan serius, bayi berjenis kelamin wanita itu meninggal. Ketika dia kubur bayi, ada tetangga yang bertanya. “Ngubur bangkai kucing,” kata Atikah. Tapi tetangga tak percaya. Begitu digali berisi bayi, sehingga Atikah dilaporkan ke polisi dan ditangkap. “Saya bingung, minta tanggungjawab siapa, Pak?” kata Atikah.
Ya kamulah, masa tanggungjawab Pemimpin Redaksi. (hunarso ts)