MAKSUD hati pilkada langsung, apa daya anggaran tak nyampai, begitu kira-kira bunyi pepatah kotemporer, jika dikaitkan dengan demokrasi kita. Pilkada langsung memang menggerus APBN dan APBD, disiasati dengan Pilkada serentak juga tak menolong. Maka Mendri Tito menginginkan, Pilkada bupati-walikota lewat DPRD saja!
Pilkada langsung, termasuk Pilpresnya. adalah ide gila Amien Rais ketika menjadi Ketua MPR. Dan faktanya kita berhasil menyelenggarakan selama 15 tahun, sejak 2004. Sejak itu munculah bibit unggul pemimpin, di luar jalur birokrat. Dan sekarang, walikota, bupati sampai gubernur mayoritas kalangan politisi.
Pejabat birokratnya paling banter jadi Sekda atawa Sekwilda. Padahal jabatan ini sangat memerlukan adaptasi tinggi, karena dia harus mampu menyesuaikan diri dengan Kepala Daerah baru. Jika tidak, siap-siap saja digusur, diganti Sekda yang sejalan dengannya.
Pilkada langsung ternyata banyak menggerus APBN dan APBD, lalu disiasati dengan cara serentak. Tapi kata Mendagri Tjahjo Kumolo dulu, dananya justru bertambah membengkak. Di samping itu, malah banyak Kepala Daerah yang masuk penjara, gara-gara korupsi dana APBD demi mengejar setoran.
Hingga kini tercatat lebih dari 434 Kepala Daerah bermasalah hukum. Maka Mendagri Tito Karnavian berwacana, sebaiknya Pilkada tingkat bupati dan walikota dikembalikan ke DPRD saja. Anggaran bisa ditekan, sebab jika ada suap paling untuk para anggota DPRD saja. Tapi jika Pilkada Langsung, si calon harus menyuap ratusan ribu penduduk jika ingin menang.
Dampak Pilkada langsung selama ini, karena Kepala Daerah dipilih rakyat, kemudian menghadirkan raja-raja kecil. Bupati tak tunduk pada gubernur, dan gubernur tidak patuh pada Mendagri. Banyak kebijakan daerah (P)erda) bertentangan dengan kebijakan pusat. Ketika Perda itu dibatalkan, mereka gugat ke MK dan dimenangkan.
Benar-benar pemerintah pusat jadi tak punya wibawa di daerah. Contoh nyata, dalam soal reklamasi Gubernur DKI berani malawan Presiden. Jelas-jelas reklamasi itu program pusat, tapi disetop oleh Gubernur DKI. Saking kekinya, Menko Maritim hanya bisa bilang, “Jika Jakarta tenggelam, Anies harus tanggungjawab.”
Berhasilkah kiranya wacana Pilkada lewat DPRD? Ditilik dari peta kekuatan di Senayan, sepertinya bakal mulus-mulus saja, sebab kursi yang dimiliki parpol pro pemerintah jauh lebih banyak. Bahkan Gerindra yang tadinya oposisi, kini juga sudah seiman sehaluan dengan pemerintah. (gunarso ts)