Saturday, 28 December 2019

Dendam “Anusapati” Pasuruan Pemerkosa Ibu pun Dihabisinya

Sabtu, 28 Desember 2019 — 7:02 WIB
NID-28-12

INI kisah beneran, bukan cerita ketoprak Mataram. Jayus, 18, yang tahu ibunya diperkosa tetangga saat dia duduk di kelas VI SD, setelah gede membalas dendam. Bak Anusapati putra Ken Dedes dari Singosari, Jayus tega membunuh Syadid, 49, pemerkosa ibunya 6 tahun lalu. Sekali tusuk, wasalamlah……

Dalam sejarah Singosari di abad ke-13, Ken Arok membunuh Akuwu Tunggul Ametung, karena mengincar istrinya, Ken Dedes, yang cantik. Ketika pembunuhan dengan keris Empu Gandring itu terjadi, putra Ken Dedes-Tunggul Ametung masih balita. Maka ketika dewasa mendengar kisah itu, langsung membalas dendam membunuh Ken Arok yang telah membunuh ayahnya dan menggauli emaknya.

Jayus dari Pasuruan, rupanya mau tiru-tiru Anusapati dari kerajaan Singosari itu. Bedanya adalah, jika Anusapati menggunakan keris Empu Gandring el maut, Jayus cukup pakai pisau dapur biasa, yang biasa oleh ibunya dipakai ngrajang sayur mayur dan bumbu dapur. Tapi hasilnya sama, Syadid yang jadi sasaran pun tewas mengenaskan.

Ketika Jayus masih duduk di bangku SD, ibunya menyandang status janda. Tak jelas, janda ditinggal mati atau korban perceraian. Pastinya, sang ibu Ny. Umiyati, kala itu masih cantik, usia belum kepala empat. Maka bisa dimaklumi masih banyak lelaki memelototkan mata setiap melihat penampilan janda muda itu.

Adalah Syadid, termasuk tetangga yang jadi pengagum janda Umiyati. Bila lelaki yang lain sekedar mengagumi dan memelototi, Syadid justru ingin menggumuli janda muda tersebut. Oleh karenanya dia mencoba mengadakan lobi-lobi politik, mendekati si janda agar mau dipacari dan digauli.

Tapi Ny. Umiyati bukan tipe perempuan gatel yang mau jadi pelakor. Maka cinta Syadid pun ditolaknya secara baik-baik dengan alasan masih ingin momong awak (baca: menyendiri). Padahal nafsu Syadid kadung mentok gardan. Maka demi kepuasan syahwatinya, dia pun membulatkan tekad dengan bersemboyan, “Ole-ole Kotaraja, kalau nggak boleh ya diperkosa saja!”

Pada sebuah kesempatan, Syadid berhasil melampiaskan nafsunya atas Ny. Umiyati secara paksa. Si janda mringis, Syadid-nya yang mrenges pertanda puas. Karena si janda lapor ke RT, gegerlah orang sekampung. Tapi Pak RT berhasil meredam kasus perkosaan itu, dengan cara berdamai.

Adalah Jayus yang kala itu masih duduk di kelas VI SD. Dia sakit hati mengetahui ibu kandungnya diperkosa Syadid tetangganya tersebut. Ingin sebetulnya dia membela kehormatan ibu, tapi karena masih bocah, tak ada keberanian. Jika melawan secara frontal takutnya malah mati konyol. Maka dia kala itu hanya mencoba diam.

Tiap hari kisah sedih ibunya selalu membayang, kapan bisa menuntut balas. Ini benar-benar seperti Anusapati dalam sejarah Singosari di abad ke-13 itu. Jayus ingin cepat gede, agar bisa segera bikin perhitungan. Andaikan wayang, ingin rasanya Jayus mandi “banyu gege” agar segera cepat gede.

Enam tahun telah berlalu, Jayus sudah duduk di bangku SMK dan kini telah menjadi remaja ABG. Dia merasa saatnya menuntut balas. Jika duel satu lawan satu, pasti menang dialah. Badan cukup sehat, muda dan kuat. Sedangkan Syadid sudah berangkat tua, usianya menjelang kepala 5. Pastilah dia tak lagi rosa-rosa macam Mbah Marijan.

Belakangan dia mulai mencermati keberadaan Syadid, kapan bisa dieksekusi. Ke mana-mana “Anusapati” itu membawa pisau dapur di balik bajunya. Beberapa hari lalu peluang emas itu muncul ketika berpapasan dengan Syadid di jalan sepi. Langsung saja pisau dapur itu dihujamkan ke perut Syadid, jleb……dan pemerkosa sang ibu itupun ambruk. Sempat Syadid berteriak minta tolong, tapi nyawanya kadung wasalam. Polisi berhasil menangkap Jayus beberapa jam kemudian saat kabur ke Kediri.

Padahal kata ustadz, dendam itu penyakit hati. (gunarso ts)