JAKARTA – Tiga komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, Laode M. Syarif dan Saut Situmorang mengajukan permohonan uji materi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Dalam permohonan yang didukung 39 pengacara itu, mereka lebih menitikberatkan terkait hal formil. Meski demikian Laode menyebut hal formil nantinya terkait dengan materi undang-undang KPK yang baru.
“Yang kita minta uji adalah uji formilnya. Tetapi dalam dokumen kami menjelaskan beberapa kaitan antara uji formilnya itu dengan beberapa isi dalam undang-undang KPK yang baru,” katanya di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu (20/11/2019).
Laode menjelaskan permohonan judicial review didasari pada pembentukan undang-undang KPK baru oleh DPR RI. Menurutnya terdapat kesalahan dalam pembentukan UU KPK yang baru..
“Karena proses formilnya tidak sesuai dengan aturan atau undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undngan maka kami bisa jelaskan yang akhirnya banyak kesalahan yang ada di materil. Tapi tujuan utama pengujian ini kami menguji formilnya dulu. Karena kami melihat proses pembentukan UU KPK iti tidak sesuai dengan syarat pembentukan undang-undang,” jelasnya.
Terkait kerugian konstitusional sebagai warna negara, dia menerangkan bahwa korupsi merupakan musuh utama Indonesia yang dapat berakibat pada kehidupan masyarakat. Pelemahan pemberantasan korupsi, imbuhnya, dapat menyuburkan praktik rasuah yang merugikan rakyat secara langsung.
“Kita tahu persis yang menjadi musuh utama negara ini adalah korupsi. Akibat korupsi berapa rakyat miskin sekarang, menurut BPS masih 20 juta jiwa lebih. Menurut para ahli salah satunya diakibatkan oleh miss management dan korupsi yang banyak,” paparnya.
“Karena itu jika pemberantasan korupsi tidak dikerjakan dengan baik dan lembaga antikorupsi seakan diperlemah seperti itu, akan berakibat pemenuhan hak dari seluruh masyarakat,” pungkas Laode. (ikbal/win)